ORGANISASI DAN SIKAP PROFESI KEPENDIDIKAN

MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN

 

ORGANISASI DAN SIKAP PROFESI KEPENDIDIKAN

(ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN)

 ggh

 

OLEH:

KELOMPOK V

DEBBY SILAEN (4133331013)

EBEN EZER SIPAHUTAR (4133331038)

LUSI L TAMBUNAN (4133331020)

 

 

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2016

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu fenomena abad ini adalah munculnya pendidikan sebagai daya utama (major force) dalam perkembangan manusia. Pendidikan yang membedakan orang yang berpartisipasi aktif dalam ekonomi nasional, memiliki kehidupan menarik dan kaya nuansa keterlibatan intelektual dan social, membedakan yang cakap dengan yang kurang cakap. Pada wawasan internasional, berbedaan dasar bangsa miskin dan bangsa baru naik-daun (emergence) serta macet (stagnant) terletak pada taraf tingginya dedikasi bangsa pada pembangunan dan perluasan program pendidikan.

Dalam ekspansi cepat program pendidikan dan meningkatnya permintaan pasokan manusia terdidik menjadikan guru makin dipentingkan disbanding masa di mana pendidikan dianggao kurang esensial. Guru mendapati masa emas dan menyenangkan ini dalam beragam reaksi positif, terutama dengan meningkatnya stauts ekonomi guru. Namun status dan kesejahteraan ini menuntut guru lebih efektif.

Salah satu dampak iringan ledakan pendidikan adalah guru dipaksa menjadi makin pakar dan professional. Ada anggapan tiap orang dapat menjadi guru dengan mudah. Persepsi ini tidaklah benar, karena menjadi guru mempunyai tanggung jawab dalam pembelajaran dan pengajaran. Tanggung jawab itulah yang mengarahkan profesionalan guru di mata public. Seorang guru tidak hanya didasarkan hanya dengan mengajar dalam kelas tetapi juga sebagi teladan bagi siswanya. Keteladanan akan menjadi tolok ukur keberhasilan guru. Dalam transfer ilmu, Seorang guru harus memperhatikan siswanya dengan bijaksana dan hati-hati, karena diantara siswa satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan karakter. Terdapat siswa yang mudah menangkap pelajaran dan siswa yang lamat, dalam hal ini juga harus ditanamkan etika dan norma dalam pengajarannya.

Hal tersebut hanyalah salah satu dari masalah nyata yang akan nampak sulit bila dihadapkan pada individual saja. Ini berarti profesionalipendidik membutuhkan sebauh organisasi profesi dan bergabung sebagai anggotanya. Melalui persamaan fungsi/tujuan yang sama dengan profesi pendidikan memiliki wibawa profesionalnya. Tidak hanay itu, sebuah organisasi kependidikan akan membantu memperbaiki maupun meningkatkan karir, keterampilan, kompetensi professional, pendidikan dst.

Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapi kecerdasan sebagai calon pemimipin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak megabaikan perranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju. Hanya dengan pelaksanaan tugas guru secara professional hal ini dapat diwujudkan eksistensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat, dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.

Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Eti Keguruan sebaga pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik puter-puteri bangsa. Oleh karena itu banyak keunntungan dalam bergabiung dengan organisasi profesi,dan bagaimana sebenarnya kode etik keguruan, itulah mengapa penulis mengambil topic Organisasi Profesi Kependidikan

  • Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, sebagai berikut:

  1. Apa definisi organisasi profesi keguruan?
  2. Apa tujuan dibentuknya organisasi profesi keguruan?
  3. Bagaimana perkembangan organisasi profesi keguruan?
  4. Apa peran organisasi profesi keguruan di Indonesia?
  5. Apa kode etik guru?
  • Tujuan Penulisan Makalah
  1. Untuk memahami definisi organisasi profesi keguruan
  2. Untuk mengetahui tujuan dibentuknya organisasi profesi keguruan?
  3. Untuk mengetahui perkembangan organisasi profesi keguruan?
  4. Untuk mengetahui peran organisasi profesi keguruan di Indonesia?
  5. Untuk memahami kode etik guru?

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

  • Konsep dasar dan peranan organisasi professional keguruan Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi Profesional

Organisasi profesi keguruan berasal dari tiga kata, yaitu organisasi, profesi dan keguruan (guru).Ada banyak pendapat yang mengemukan pengertian dari organisasi, diantaranya sebagai berikut:

  1. Menurut Stoner, Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
  1. Menurut James D. Mooney, Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
  2. Menurut Chester I. Bernard, Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Di samping itu, organisasi juga terbagi menjadi dua bagian yaitu organisasi formal dan organisasi non-formal. Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya. Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari.Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak SD.

Sedangkan Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian seseorang dan didapat melalui adanya proses penddikan. Dan Guru adalah pendidik dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, melatih dan mengevaluasi.

Jadi organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan yang orang-orang yang memiliki suatu keahilan khusus yang merupakan ciri-ciri khas dari bidang keahilan tertentu. Dikatakan ciri khas oleh karena bidang pekerjaan tersebut diperoleh bukan secara kebutulan oleh sembarang orang, tetapi diiperoleh melalui suatu jalur khusus, boleh jadi melalui perguruan tinggi, atau melalui penekunan secara sistematis dan mendalam.

Seorang guru dapat dikatakan memiliki hak professional jika memiliki lima aspek pokok yang perlu diwujudkan yakni :

  1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum, terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
  2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya, dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
  3. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugasnya sehari-hari.
  4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
  5. Menghayati kebebasan mengembangkan komptensi professional secara individual maupun secara institusional.

Organisasi professional bertujuan untuk mengikat, mengawasi, meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Mengikat para anggota dimaksudkan agar para anggota dikalangan suatu profesi dapat berkumpul dalam satu wadah dan dapat saling tukar pengalaman anatara sesama anggota dalam melaksanakan praktek profesi. Mengawasi dimaksudkan agar para anggota profesi agar selalu berpegang kepada Kode Etik Profesi, dan selalu menjaga kualifikasi para anggota di samping itu dapat pula mengawasi praktek profesi yang tidak berwenang dalam melaksanakan profesi. Sedangkan meningkatkan kesejahteraan dimaksudkan agar organisasi profesi selalu dapat memperjuangkan anggotanya dalam mendapatkan jaminan kesejahteraan atas jasa yang telah diberikan, disamping itu adanya jaminan hukum terhadap praktek profesi dengan kata lain mendapat perlindungan hukum, sehingga dalam melaksanakan tugas dapat lebih tentram dan aman.

Organisasi professional berfungsi sebagai pengendalian keseluruhan profesi baik secara sendiri, maupun secara bersama-sama dengan pihak lain yang relevan. Fungsi lain dari organisasi profesional ini adalah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat penguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama yaitu upaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat penguna jasa profesi ini. Organisasi ini juga berfungsi sebagai Peningkatan Kemampuan Profesi. Guru sebagai anggota profesi harus bisa meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi tersebut. Dengan mengikuti organisasi tersebut diharapkan guru dapat meningkatkan dan mengembangkan karier,kemampuan, kewenangan professional,martabat dan kesejahteraan.

  • Organisasi Profesi Keguruan di Indonesia.

Seperti halnya guru merupakan satu pekerjaan yang tak dapat dilakukan oleh sembarang orang, agar seseorang dapat diangkat menjadi seorang guru, ia harus memiliki kualifikasi ilmu tentang keguruan yang diperoleh melalui pendidikan keguruan. Disamping harus memiliki kewenangan mengajar yang sesuai dengan disiplin ilmunya, kewenangan mengajar yang sesuai dengan displin ilmunya, kewenangan professional keguruan ini menutut otonomi dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Adapun berbagai organisasi guru yang ada di Indonesia ini antara lain :

  • Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Tujuan utama pendirian PGRI adalah:

  1. Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan).
  2. Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi). Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service, not commodity”.
  3. Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Perjuangan :

  • Wahana mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  • Wahana untuk membela, mempertahankan, dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Wahana untuk meningkatkan integritas bangsa dalam menjamin terpeliharanya keutuhan, kesatuan, dan persatuan bangsa.
  • Berperan aktif memperjuangkan tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan pemangku profesi kependidikan.
  • Wahana untuk memberikan perlindungan dan membela kepentingan guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan hukum.

 

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi :

  1. Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru.
  2. Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat.
  3. Wahana menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia.
  4. Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru.
  5. Wahana pembinaan bagi Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang menyatakan diri bergabung atau bermitra dengan PGRI.
  6. Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional.
  7. Wahana untuk mewujudkan pengabidan secara nyata melalui anak lembaga dan badan khusus.
  8. Wahana untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan.

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan:

  1. Wahana untuk memperjuangkan terwujudnya hak-hak guru dan tenaga kependidikan
  2. Wahana untuk memperjuangkan kesejahteraan guru yang berupa: imbal jasa, rasa aman, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kepastian karier.
  3. Wahana untuk mewujudkan prinsip dan pendekatan ketenagakerjaan dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota.
  4. Wahana untuk memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawanan organisasi.
  5. Wahana untuk membela dan melindungi guru sebagai pekerja.
  6. Wahana untuk membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi ketenagakerjaan baik lokal, regional maupun global.

 

  • Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar atau kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi atau perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas,2004: 1).Menurut Mangkoesapoetra (2004:1) MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah.

Tujuan MGMP menurut pedoman MGMP (2004: 2) adalah:

Tujuan umum:

Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru.

Tujuan khusus.

  1. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.
  2. Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan, mencerdaskan siswa.
  3. Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Peranan MGMP menurut pedoman MGMP (Depdiknas. 2004: 4) yaitu:

  1. Mengakomodir aspirasi dari,oleh dan untuk anggota.
  2. Mengakomodasi aspirasi masyarakat atau stokeholder dan siswa
  3. Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.
  4. Mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan.

Fungsi MGMP

Adapun fungsi MGMP menurut Mangkoesapoetra (2004: 3) adalah

  1. Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin.
  2. Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat sekolah, wilayah, maupun kota.
  3. Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah.

 

  • Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)

ISPI lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.

Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu:

  • Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia
  • meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya;
  • membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara;
  • mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan;melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota;
  • meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan
  • menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.

Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.

  1. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)

IPBI didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing.Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se-Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini:

  1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
  2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
  3. Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan .

 

  • Peningkatan Mutu Penyelengaraan Pendidikan

Salah satu isu penting dalam penyelenggaraaan pendidikan di negara kita saat ini adalah peningkatan mutu pendidikan, namun yang terjadi justru kemerosotan mutu pendidikan dasar, menengah, maupun tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berlangsung akibat penyelenggaraan pendidikan yang lebih menitikberatkan pada aspek kuantitas dan kurang dibarengi dengan aspek kualitasnya. Peningkaran kualitas pendidikan ditentukan oleh peningkatan proses belajar mengajar. Dengan adanya peningkatan proses belajar mengajar dapat meningkat pula kualitas lulusannya. Peningkatan kualitas proses pembelajaran ini akan sangat tergantung pada pengelolaan sekolah dan pengajaran/pendekatan yang diterapkan guru.

Berdasarkan kajian teori, kepemimpinan kepala sekolah terbukti mempengaruhi implementasi dan pemeliharaan perubahan dan berkolerasi dengan hasil belajar murid. Kualitas lulusan pendidikan dipengeruhi oleh kualitas manajemen sekolah atau manajemen pengelolaan pendidikan. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh fasilitas pendukung, proses belajar mengajar, dan pengajaran. Kemampuan sosial ekonomi orang tua siswa yang tinggi akan berkorelasi dengan penyediaan fasilitas belajarnya, yang akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar. Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Penyelengaraan pendidikan hendaknya selalu dapat memberi kesan yang baik terhadap masyarakat sehingga masyarakat selalu memberikan kepercayaan yang penuh, karena kepercayaan ini mutlak diperlukan oleh suatu profesi. Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru itu tidak hanya terbatas pada pengakuan guru sebagai guru, melainkan pengakuan terhadap segala perangkat yang berkaitan dengan profesi guru, termasuk perangkat unjuk kerja, lembaga pendidikan, organisasi profesi, etika dan kode etik guru serta system imbalannya.

 

  • Analisis Peranan Organisasi Profesional Keguruan Dewasa ini
    • Keadaan yang Ditemui

Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39 s/d 44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. Ini menunjukan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan.

Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal dan sistematis. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.

Bertitik tolak dari problema internal guru sebagai tenaga kependidikan, yaitu sebagai seorang pengajar telah menurun kualitas guru tersebut karena rendahnya kejahteraan yang diterima guru dan diskriminasi status guru membuat kita gerah dan bertanya-tanya, apakah pekerjaan sandang guru suatu profesi? para ahli dan pakar pendidikan sudah lama menggolongkan pekerjaan guru suatu profesi, demikian juga banyak definisi menggolongkan pekerjaan guru sebagai profesi. Jika kita pandang keberadaan guru dan problema internal guru maka pekerjaan guru bukan suatu profesi. Sedangkan kriteria profesi yang melekat pada pekerjaan guru yang kurang sempurna.                              .
Kegiatan pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya                               .
Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas pada bidang pengembangan profesi meliputi kegiatan sebagai berikut :

  1. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan.
  2. Membuat alat pelajaran/alat peraga/alat bimbingan.
  3. Menciptakan karya seni.
  4. Menemukan teknologi tepat guna dibidang pendidikan.
  5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Salah satu karakteristik dari sebuah pekerjaan profesional yaitu adanya suatu organisasi profesi yang menaungi para anggota dari profesi yang bersangkutan. Demikianlah pula dalam profesi keguruan, profesi guru memiliki ikatan kesejawatan, kode etik profesi, dan organisasi profesi yang mempunyai kewenangan untuk mengatur yang berkaitan dengan keprofesian. Organisasi profesi guru adalah PGRI yaitu perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan di urus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan inspirasi anggotanya.

Untuk menjadi guru yang professional, haruslah memiliki kebutuhan. Kebutuhan utama yang harus dimiliki guru dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) salah satunya adalah media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan komponen intruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralatan.. Dalam perkembangannya media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu:

  1. Media hasil teknologi cetak

Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku   dan   materi visual statis terutama melalui prosespercetakan mekanisatau photografis.

  1. Media hasil teknologi audio-visual

Teknologi audio-visual cara menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio-visual. Penyajian pengajaran secara audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses pembelajaran, seperti , mesin proyektor film, tape rekorder, proyektor visual yang lebar.

  1. Media hasil teknologi yang berdasarkan computer

Teknologi berbasis computer merupakan cara menghasilka atau menyampaikanmateri dengan menggunakan sumber-suber yang berbasis micro-prosesor.

  1. Teknologi gabungan

Teknologi gabungan adalah cara unntuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan komputer. Komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random akses memori yang besar, hard disk yang besar, dan monitor yang beresolusi tinggi ditambah dengan pararel(alat-alat tambahan), seperti: vidio disk player, perangkat keras untuk bergabung dalam suatu jaringan dan sistem audio.

 

  • Permasalahan yang Ada

Permasalahan pokok yang dihadapi profesi guru dan juga organisasi profesi guru masa sekarang ini adalah sebagai berikut :

  1. Penjabaran yang operasional tentang ketentuan-ketentuan yang tersurat dalam peraturan   yang berlaku yang berkenaan dengan profesi guru beserta kesejahteraannya, seperti keputusan MENPAN No.26 tahun 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
  2. Peningkatan unjuk kerja guru melalui perbaikan program pendidikan guru yang lebih terara, yang memelihara keterpaduan antara pengembangan profesional dengan pembentukan kemampuan akademik guru, dengan memberikan peluang kepada setiap calon guru untuk melatih unjuk kinerjanya sebagai calon guru yang profesional.
  3. Proses profesionalisme guru melalui sistem pengadaan guru terpadu sejak pendidikan prajabatan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya dalam jabatan.
  4. Penataan organisasi profesi guru yang diarahkan kepada bentuk wahana untuk pelaksanaan proses profesionalisasi guru, dan dapat memberikan batasan yang jelas mengenai profesi guru dan profesi lainnya.
  5. Penataan kembali kode etik guru, terutama yang berkenaan dengan rambu-rambu prilaku profesional yang tegas, jelas, dan operasional, serta perumusan sanksi-sanksi terhadap penyimpangannya.
  6. Pemasyarakatan kode etik guru diterapkan oleh setiap guru dan diindahkan oleh masyarakat rekanan, sehingga tumbuh penghargaan dan pengakuan yang wajar terhadap profesi guru itu.

 

  • Kode Etik Guru
    • Apakah Etika Profesi itu ?

Dalam filsafah, etika adalah siuatu studi evaluasi tentang perilaku manusia ditinjau dari prinsip-prinsip moral atau kesusilaan (Ethic philosophy is the study and evaluation of human conduct in the light of moral principles). Etika yaitu tentang filsafat moral, yait mengenai nilai, perilaku dan yang menyelidiki mana yang baik dan yang benar. Secara singkat dapat dirumusukan, bahwa Etika adalah suatu system prinsip-prinsip kesusilaan atau moral, yang merupakan standard atau norma – norma bertindak bagi orang – orang dalam suatu profesi, misalnya dalam profesi kedokteran, keguruan dan sebagainya. Sehingga etika suatu profesi (Profesional Ethics) adalah prinsip – prinsip atau norma – norma kesusilaan/moral yang merupakan “pedoman” bagi sikap dan perilaku anggota-anggota suatu profesi.

Mengacu pada uraian di atas, maka dapatlah dirumuskan bahwa etika profesi keguruan adalah ketentuan-ketentuan moral atau kesusilaan yang merupakan “pedoman” bertindak bagi para anggota profesi dibidang keguruan, dalam hal ini adalah para guru. Dalam proses pendidikan, banyak unsur – unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Pendidik harus memiliki etika yang sesuai dengan kode etik profesi keguruan.

 

  • Kode Etik Guru Indonesia

Apa yang dimaksud dengan “ Kode etik”? Kode adalah kumpulan peraturan-peraturan atau norma-norma perilaku atau perbuatan professional (Code is a set of rules for or standards of professional practice or behavior..) jadi kode etika suatu profesi adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau norma-norma kesusilaan bagi perbuatan atau perilaku orang-orang dalam suatu profesi.

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Kode Etik Guru Indonesia selanjutnya disebut KEGI adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga Negara.

Kode Etik Guru Indonesia yang telah disepakati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki relevansi, sesuai kompentensi pedagogik dan profesional seorang guru karena di dalamnya juga mengatur hubungan antara guru, peserta didik, orangtua, masyarakat, teman sejawat, serta organisasi profesi lain maupun profesinya sendiri.

Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:

  1. Nilai-nilai agama dan Pancasila.
  2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
  3. Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual

Substansi Kode Etik Guru Indonesia :

  1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
    1. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
    2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
    3. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
    4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
    5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
    6. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
    7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
    8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
    9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
    10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
    11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
    12. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
    13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
    14. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
    15. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
    16. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

 

  1. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid
    1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
    2. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
    3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
    4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
    5. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
    6. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
    7. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

 

  1. Hubungan Guru dengan Masyarakat
    1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
    2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
    3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
    4. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
    5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
    6. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
    7. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.

 

  1. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
    1. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
    2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
    3. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
    4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
    5. Guru menghormati rekan sejawat.
    6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
    7. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
    8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
    9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
    10. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
    11. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
    12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
    13. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
    14. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
    15. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
    16. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
    17. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

 

  1. Hubungan Guru dengan Profesi
    1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
    2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
    3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
    4. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
    5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
    6. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
    7. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
    8. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

 

  1. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya
    1. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
    2. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
    3. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
    4. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
    5. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
    6. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
    7. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
    8. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

  1. Hubungan Guru dengan Pemerintah
    1. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
    2. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
    3. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
    4. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.

 

  • Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik Keguruan

PGRI telah mengeluarkan Kode Etik Guru yang pada dasarnya mengatur perilaku etis guru, melindungi profesi dan individu guru, mengatur batasan kewenangan guru, dan mempertahankan kesejahteraan guru. Ke arah kode etik inilah seharusnya profesionalisasi diarahkan, meliputi dimensi-dimensi: pengetahuan (know-what), keterampilan (know-how), dan sikap-sikap dan nilai-nilai yang melandasi pengetahuan dan keterampilan pengalaman dan kemauan.

Oleh karena itu penyimpangan terhadap kode etik yang dikeluarkan oleh PGRI seharusnya pula dapat diawasi oleh PGRI. Kode etik tersebut hendaknya menjadi patokan perilaku anggotanya, agar setiap anggota terhindar dari pelanggaran larangan dan terhindar pula dari sanksi yang mungkin dibeikan oleh organisasi profesi

Saat ini sudah dibentuk Dewan Kehormatan Guru di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia yang akan menerima laporan atas pelanggaran KEGI yang dilakukan guru. Untuk itu, semua guru tanpa kecuali harus mentaati kode etik ini dan jika dalam melaksanakan profesinya terbukti menyalahi kode etik, maka akan dijatuhi sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Kode Etik Guru Indonesia.

 

 

 

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

 

3.1 SIMPULAN

                Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan yang orang-orang yang memiliki suatu keahilan khusus yang merupakan ciri-ciri khas dari bidang keahilan tertentu. Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39 s/d 44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. Ini menunjukan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan.

Organisasi professional bertujuan untuk mengikat, mengawasi, meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Mengawasi dimaksudkan agar para anggota profesi agar selalu berpegang kepada Kode Etik Profesi, dan selalu menjaga kualifikasi para anggota di samping itu dapat pula mengawasi praktek profesi yang tidak berwenang dalam melaksanakan profesi. Sedangkan meningkatkan kesejahteraan dimaksudkan agar organisasi profesi selalu dapat memperjuangkan anggotanya dalam mendapatkan jaminan kesejahteraan atas jasa yang telah diberikan. Ada beberapa organisasi profesi keguruan yaitu PGRI, ISPI, IPBI and MGM

  • SARAN

Berdasarkan deskripsi diatas tetang organisasi profesi keguruan, penulis merangkum beberap saran sebagai nberikut:

  1. Organisasi profesi keguruan gharus lebih aktif mngambil perannya sebagai penyatu dan pengembang kegiatan, keterampilan anggota organisasi
  2. Hubungan antar organisasi profesi dengan yang lainnya harus lebih diperbaiki
  3. Seorang guru harus jadi teladan bagi siswanya dan melakukan tugasnya sebagai guru yang professional

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Hamalik, Oermar. 2002. Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:

PT.Bumi Aksara

Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset

Satory, Djam’an dkk. 2009. Profesi Keguiruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Soetjipto, Kosasi Raflis. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Umbu, Sumardjono. 2014. Profesi Kependidikan. Yogyakarta: PT Ombak

Wau, Yasadarto.2016 Profesi Kependidikan .Medan: UNIMED-PRESS

 

 

 

 

Miniriset Perkembangan Peserta Didik

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Remaja merupakan populasi terbesar di dunia, sekitar seperlima penduduk di dunia adalah remaja usia 12 – 21 tahun. Pada masa remaja (usia 12 – 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 – 15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), masa remaja akhir (usia 18-21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu. Pada masa tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada fisik, interaksi sosial, kognitif, emosi, dan moral. Menurut pandangan Piaget (Hurlock, 2006):

Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak…..Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber….Termasuk juga perubahan intelektual yang mecolok….Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.

Menurut Konopka (Pikunas, 1976) remaja SMA termasuk kedalam masa remaja madya dengan rentang 15-18 tahun. Fase-fase demikian menurut Salzman merupakan masa perkembangan sikap tergantung menuju kearah kemandirian. Pada masa ini remaja bisa merasakan kebebasan melakukan sesuatu nyaris tanpa adanya rasa kekhawatiran dan resiko yang mungkin dihadapi.

Siswa sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian mereka selalu melakukan interaksi sosial. Untuk mencapai kematangan tersebut, siswa memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungan sosialnya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) bahkan perkembangan moral siswa itu sendiri. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan moral siswa, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi, sosial atau penyimpangan perilaku.

Perkembangan moral merupakan salah satu yang penting dalam pada remaja. Perkembangan moral remaja berkaitan dengan bagaimana proses perkembangan remaja dalam memahami nilai-nilai, aturan, norma yang berlaku di masyarakat Perkembangan moral remaja dipengaruhi oleh dua hal, yaitu, kemampuan berpikir dan interaksi sosial.

Siswa Sekolah Menengah Atas yang masih sedang dalam proses berkembang ini pastinya juga tidak terlepas dari proses perkembangan moral yang masih dipengaruhi oleh berbagai pihak. Masalah perkembangan moral yang dihadapi siswa juga tidak terlepas dari pengaruh keluarga khususnya perhatian orang tua.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perkembangan Moral Siswa Dalam Keluarga”

 

  1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

  • Apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA?
  • Bagaimana pengaruh pola asuh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut?
  • Bagaimana upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral siswa?

 

  1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA.
  2. Untuk mengetahui pengaruh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut.
  3. Untuk mengetahui seberapa besar Upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral siswa.

 

 

 

  1. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi beberapa pihak yang terkait, antara lain:

  1. Untuk menambah pengetahuan dan cara berfikir penulis dalam bidang penelitian.
  2. Sebagai pengetahuan dan wawasan baru bagi guru pembimbing dalam meningkatkan profesionalitasnya sehingga, bila guru pembimbing menemukan kasus seperti ini dengan mudah mengatasinya.
  3. Bagi siswa yang mengalami masalah perkembangan moral, akan dapat keluar dari masalahnya.
  4. Penelitian, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya

 


 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

  • KERANGKA TEORITIS

Dalam penelitian ini, sangat diperlukan untuk memperjelas semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini dalam rangka untuk memiliki perspektif yang jelas tentang pelaksanaan di lapangan. Istilah mungkin berfungsi untuk memberikan sebuah konsep yang terbatas yang khusus dimaksudkan konteks tertentu. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan syarat, mereka adalah penting untuk tujuan penelitian ini.

 

  • Pengertian Moral

Mungkin kita berpikir terlalu muluk mengenai moral, sesuatu yang sangat tinggi dan sulit diterjemahkan dngan kata-kata. Apakah sebenarnya moral itu? Jika istilah moral didefinisikan akan berbunyi “moral berkenaan dengan norma-norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang”

“Ketika orang berbicara tentang nilai – nilai moral, pada umumnya akan terdebgar sebagai sikap da perbuatan seseorang terhadap orang lain. Pada anak-anak, nilai – nilai moral akan terlihat yang mampu tidaknya seorang anak membedakan antara yang baik dan yang buruk”

Jujur dapat dipercaya, baik hati, ramah, setia kawan, dermawan, berempati,bersahabat, lembut, penuh kasih, ceria, menghargai orang lain hanyalah beberapa ciri-ciri yang kita anggap memiliki nilai – nilai moral yang baik.

                 Moral pada dasarnya memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam kamus psikologi (Chaplin,2006) disebutkan bahwa moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hokum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Sementara dalam psikologi perkembangan, Hurlock (edisi ke-6, 1990) disebutkan bahwa perilaku moral adalah: perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti: tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep – konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Sementara dalam webster’s new world dictionary (Wantah,2005) Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salkah dan baik buruknya tingkah laku.

Dari tiga definisi diatas, dapatlah disimpulkan bahawa :

“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”

  • Perkembangan Moral

Menurut Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.

Ada beberapa teori yang membahas tentang perkembangan moral, diantaranya:

  • Perkembangan moral menurut Teori Belajar Sosial

Menurut teori belajar sosial, perkembangan sosial merupakan proses yang dipelajari selama proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial berlangsung melalui proses peniruan, latihan dan penguatan.

Menurut Bandura perkembangan moral berlangsung melalui interaksi seseorang dengan lingkungan yang menyediakan konten moral. Moral seseorang akan berkembang dengan baik, apabila berinteraksi dengan orang dewasa yang menunjukkan tingkah laku moral dalam melakukan tindakan sehari-hari. Oleh karena itu, interaksi yang bermoral dengan orangtua dan guru khususnya serta orang dewasa umumnya sangat penting pengaruhnya untuk mengembangkan moral remaja.

  • Perkembangan moral menurut Teori Kognitif

Pelopor teori Kognitif adalah Jean Piaget yang menekankan bahwa perkembangan kognitif erat kaitannya dengan perkembangan moral remaja. Oleh karena itu, perkembangan moral remaja tergantung pada perkembangan kognitifnya. Piaget berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral remaja.

  • Perkembanagn Moral menurut Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg, seorang pakar pendidikan moral pernah mengatakan bahwa perkembangan moral seorang anak erat hubungannya dengan cara berpikir seorang anak. Artinya, bagaimana seorang anak memiliki kemampuan untuk melihat, mengamati, memperkirakan, berpikir, menduga, mempertimbangkan dan menilai, akan memengaruhi perkembangan moral dalam diri anak. Semakin baik kemampuanberpikir seorang anak, maka semakin besar kemungkinan anak memiliki perkembangan moral yang baik. Anak dengan perkembangan moral yang baik dan kmudian berperilaku sesuai standar dengan konsisten.

Namun demikian, Kohlberg menambahkan bahwa pengertian hubungan yang erat antara kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak menjamin bahwa anak yang cerdas akan memiliki perkembangan moral yang baik. Lebih jauh, dikatakan Kohlberg, bahwa belum tentu anak atau seseorang yang cerdas akan menunjukkan perilaku moral yang baik, walau ia mengerti akan konsep moral yang seharusnya. (Patricia J. Parsons, hal :52)

 

  • Tahapan Perkembangan Moral

Tahapan Perkembangan Moral Piaget

Menurut Piaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama adalah ”tahap realisme moral” atau ”moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua ”tahap moralitas otonomi’ atau”moralitas kerjasama atau hubungan timbal balik”. (Hurlock, 1998:79).

Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar atau salah berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut.

Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebih. Gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar salah perilaku mulai dimodifikasi. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

 

Tahap Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg mengemukakan ada tiga tahap perkembangan moral diuraikan dalam table berikut:

 

Tabel 2.1 Tahapan perkembangan moral oleh Kohlberg

Level Rentang usia Tahap Esensi Penalaran Moral
Level 1 : Moralitas prakonvensional Ditemukan pada anak-anak prasekolah, sebagian besar anak-anak SD, sejumlah siswa SMP, dan segelintir siswa SMU Tahap 1 : Hukuman – penghindaran dan kepatuhan (Punishment – avoidance and obedience) Orang membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Orang mematuhi peraturan hanya jika peraturan tersebut dibuat oleh orang-orang yang lebih berkuasa, dan mereka mungkin melanggarnya bila mereka merasa pelanggaran tersebut tidak ketahuan orang lain. Perilaku yang “salah” adalah perilaku yang akan mendapatkan hukuman
  Tahap 2 : Saling memberi dan menerima (Exchange of favors) Orang memahami bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan. Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan mereka sendiri pun akan memenuhi perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat punggungku; aku pun akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefinisikan yang benar dan yang salah  berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.
Level 2 : Moralitas konvensional Ditemukan pada segelintir siswa SD tingkat akhir, sejumlah siswa SMP, dan banyak siswa SMU (Tahap 4 biasanya tidak muncul sebelum masa SMU) Tahap 3 : Anak baik (good boy/good girl) Orang membuat keputusan melakukan tindakan tertentu semata-mata untuk menyenangkan orang lain, terutama tokoh-tokoh yang memiliki otoritas (seperti guru, teman sebaya yang populer). Mereka sangat peduli pada terjaganya hubungan persahabatan melalui sharing, kepercayaan, dan kesetiaan, dan juga mempertimbangkan perspektif serta maksud orang lain ketika membuat keputusan.
  Tahap 4 : Hukum dan tata tertib (Law and keteraturan). Orang memandang masyarakat sebagai suatu tindakan yang utuh yang menyediakan pedoman bagi perilaku. Mereka memahami bahwa peraturan itu penting untuk menjamin berjalan harmonisnya kehidupan bersama, dan meyakini bahwa tugas mereka adalah mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Meskipun begitu, mereka menganggap peraturan itu bersifat kaku (tidak fleksibel); mereka belum menyadari bahwa sebagaimana kebutuhan masyarakat berubah-ubah, peraturan pun juga seharusnya berubah.
Level 3 : Moralitas postkonvensional Jarang muncul sebelum masa kuliah Tahap 5 : Kontrak Sosial (Social contract). Orang memahami bahwa peraturan-peraturan yang ada merupakan representasi dari persetujuan banyak individu mengenai perilaku yang dianggap tepat. Peraturan dipandang sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara keteraturan social dan melindungi hak-hak individu, alih-alih sebgai perintah yang bersifat mutlak yang harus dipatuhi semata-mata karena merupakan “hukum”. Orang juga memahami fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting masyarakat bisa dan harus dirubah
  Tingkat 6 : Prinsip etika universal (tahap ideal yang bersifat hipotetis, yang hanya dicapai segelintir orang) Orang-orang setia dan taat pada beberapa prinsip abstrak dan universal (misalnya, kesetaraan semua orang, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, komitmen pada keadilan) yang melampaui norma-normadan peraturan-peraturan yang spesifik. Mereka sangat mengikuti hati nurani dan karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip etis mereka sendiri.

 

  • Faktor – faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral

Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah factor yang berhubungan dengan  perkembangan penalaran dan perilaku moral : perkembangan kognitif umum, perkembangan rasio dan rationale, isu dan dilema moral, dan perasaan diri.

  1. Perkembangan Kognitif Umum.

Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai hokum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif (Kohlberg, 1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai contoh, anak-anak yang secara intelektual (gifted) berbakat umumnya lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di masyarakat local ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis dan pada saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg, 1976; Silverman, 1994).

  1. Penggunaan Ratio dan Rationale.

Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi(induction) (M.L.Hoffman,1970,1975).

  1. Isu dan Dilema Moral.

Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan bahwa anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu dengan kata lain, ketika anak menghadapi situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk membantu anak-anak yang menghadapi dilemma semacam itu, Kohlberg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap diatas tahap yang dimiliki anak saat itu. Kohlberg (1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori bahwa cara anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan berinteraksi dengan orang-orang lain yang penalarannya berada satu atau paling tinggi dua tahap di atas tahap mereka.

  1. Perasaan Diri.

Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral terhadap identitas mereka secara keseluruhan (M.L.Arnold,2000;Biyasi,1995;Nucci,2001). Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.

  • Peran Keluarga dalam Perkembangan Moral

Keluarga menurut Ahmadi seperti dikutip Fitria Susanti dan Novita (2009) adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.

Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar. Dengan melihat perilaku orang dewasa di dalam lingkungan keluarga dimana anak tinggal, anak akan memperhatikan perilaku tersebut, kemudian menirunya dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian keluarga merupakan tempat yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai moral kepada anak.

Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut penelitian Mandara dan Murray (2000) keluarga yang berperan baik dapat meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja. Tidak hanya hanya itu, keluarga juga berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra sekolah. Pada saat masih kanak-kanak keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama, dan bagaimana seharusnya berperilaku. Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat banyak, yaitu sosialisasi pendidikan, reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial, kebutuhan psikologis, agama dan rekreasi. White (2000) dalam penelitiannya membuktikan bahwa keluarga mempnyai peran penting dalam pembentukan moral remaja.

Studi yang dilakukan White tentang peran keluarga dalam pembentukan berpikir moral (moral thought) di lakukan di Australia. Subjek penelitian berjumlah 271 remaja (14-19 tahun) beserta orangtuanya. Pada penelitian ini, White berusaha menghubungkan proses dalam keluarga dengan berpikir moral (moral thaough)t. Dia menggunakan pendekatan sistem-keluarga pada pembentukan berpikir moral remaja. Moral remaja tidak hanya bersumber dari kelompoknya saja, tetapi peran kelurga terutama orangtua sangat penting. Kemampuan keluarga dalam proses pembentukan moral remaja dapat dilihat dari tiga elemen, yaitu kedekatan keluarga (cohesion familiy), adaptasi, dan komunikasi

Ada tiga elemen yang berperan dalam proses perkembangan berpikir moral. Pertama, remaja yang mempunyai hubungan baik atau kedekatan dengan keluarga, akan mempunyai berpikir moral yang baik daripada remaja yang kurang mampu berhubungan baik dengan keluarga. Kedekatan keluarga mempunyai hubungan dengan penilaian moral. Remaja yang menerima kehangatan keluarga cenderung akan mudah dalam menerima nlai-nilai moral dari kelurganya. Kedekatan keluarga dilihat dari keterikatan yang terjadi antar setiap anggota keluarga. Ukurannya dilihat dari keterikatan emosional, batasan, waktu, teman, pengambilan keputusan, minat, dan rekreasi.

Kedua, adalah adaptasi. Remaja yang mengalami proses adapatasi yang baik dalam keluarga akan mempunyai pengaruh signifikan pada perkembangan moral daripada remaja yang tidak mampu berdaptasi di keluarga. Hasil ini membuktikan bahwa proses adaptasi remaja di keluarga mempunyai hubungan dengan berpikir moral (moral thaought ) remaja. Menurut Olson (dalam White, 2000) adaptasi keluarga adalah kemampuan sistem keluarga untuk mengubah struktur kekuasaan (asertivitas, kontrol, dan disiplin), gaya negosiasi, hubungan dengan peraturan dalam merespon situasi dan perkembangan stress.

Terakhir adalah komunikasi. Remaja yang mempunyai komunikasi positif dengan keluarga terutama orangtua, akan mempunyai peran yang besar dalam pembentukan berpikir moral (moral thaought) daripada remaja yang menpunyai komunikasi negatif. Kemampuan positif dalam keluarga dapat dilihat dari kemampuan remaja untuk berkomunikasi dengan orangtuanya secara baik dan demokratis sehingga nilai-nilai moral dari orangtua dapat diinternalisasi secara baik oleh remaja. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang baik pula, dan juga menciptakan saling memahami akan makna atau arti dari pesan yang disampaikan (Sarwono, 1999). Remaja yang mengalami komunikasi negatif cenderung tidak ingin mengambil nilai-nilai moral dari keluarga, tetapi lebih mengambil nilai-nilai moral dari luar lingkungan keluarga.

 

  • KERANGKA KONSEPTUAL

`Untuk memahami peranan orangtua dalam perkembangan moral anak-anak dan para remaja, memahami kondisi-kondisi lingkungan dan tindakan orangtua yang bisa mempengaruhi proses perkembangan moral, memahami peran pendidikan/sekolah dan kelompok keagamaan menyusun program yang dapat memberi kontribusi perkembangn moral.

Peran keluarga dalam mensosialisakan nilai-nilai moral kepada remaja sangat penting. Kemampuan remaja dan orangtua dalam hal adaptasi, kedekatan dan komunikasi sangat dibutuhkan dalam proses penyampaian nilai-nilai moral, sehingga nilai-nilai moral itu akan

mempengaruhi cara berpikir moral remaja.

Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Keluarga yang berperan baik dapat meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja. Tidak hanya hanya itu, keluarga juga berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra sekolah. Pada saat masih kanak-kanak keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama, dan bagaimana seharusnya berperilaku. Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat banyak, yaitu sosialisasi pendidikan, reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial, kebutuhan psikologis, agama dan rekreasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

  • Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Medan yang berlokasi di jalan Timor Gg Buntu No.36 Medan. Peneltian dilakukan pada semester ganjil 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 November 2015 pada jam pelajaran 1 dan 2 .

  • Populasi

Populasi adalah kelompok yang menjadi perhatian peneliti, yaitu kelompok yang menjadi generalisasi dari hasil penelitian (Gay, 1981:86). Gall (2002:167) menyatakan bahwa populasi adalah kelompok yang lebih besar yang akan dipelajari peneliti.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Medan tahun ajaran 2015/2016, yang terdiri dari lima kelas dengan jumlah keseluruhan 172 orang. Jumlah siswa tiap kelas dapat dilihat dalam tabel 3.1

Tabel 3.1. Populasi XI IPA

Kelas Jumlah Siswa
Kelas XI IPA1 38 orang
Kelas XI IPA2 33 orang
Kelas XI IPA3 36 orang
Kelas XI IPA4 32 orang
Kelas XI IPA5 35 orang
Kelas XI IPA6 38 orang
Jumlah 212 orang

 

  • Sampel

Sampel adalah kelompok yang lebih kecil yang dipelajari secara nyata oleh peneliti (Gall,2002:167). Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Untuk meneliti sampel haruslah menggunakan teknik yang disebut teknik sampling. Teknik sampling (sugiyono,2010:118) adalah merupakan teknik pengambilan sampel.

Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah Quota sampling. Menurut Simson (2015:31) Quota sampling menerapkan jumlah anggota sampel ditetapkan dengan cara menetapkan jumlah sampel yang diperlukan lalu jumlah atau jatah itu diambil secara sampel sehingga anggota populasi mana yang diambil tidak menjadi persoalan karena jumlah quota yang diperlukan sudah terpenuhi. Sampel yang digunakan adalah Siswa/i kelas XI IPA1 yang berjumlah 38 orang.

  • Definisi Operasional dan Indikator

Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat ketentuan yang ditetapkan yang dapat diamati. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel :

  1. Moral

“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”

  1. Perkembangan Moral

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.

  1. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar

 

  • Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden(Arikunto,2002). Melalui angket ini, dikumpulkan informasi tentang gambaran populasi yang diwakili responden tentang perkembangan moral remaja dalam keluarga oleh siswa/i SMA NEGERI 7 MEDAN.

Jumlah soal yang tertera dalam angket adalah 40 pertanyaan dimana setiap pernyataan diberi 4 (empat) pilihan dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.2 “Skor Skala Linkert”

Skala Linkert Skor
Selalu 4
Sering 3
Kadang – kadang 2
Tidak Pernah 1

 

Sedangkan pertanyaan angket mengenai perkembangan moral remaja dalam keluarga memuat 8 pertanyaan, dengan kisi – kisi sebagai berikut :

Tabel 3.3 Instrument

NO VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR NO.ITEM PERNYATAAN
1 Perkembangan Moral Remaja Pengaruh Keluarga Komunikasi dalam Keluarga 1,4,26
Kedekatan keluarga 2,13,31
Adaptasi anak dengan keluarga 6,20

 

  • Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis secara analitik. Data dianalisis dengan analisis univariat secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis univariat yang dilakukan untuk penggambaran variabel dan subjek penelitian dengan tidak melakukan analisis perbedaan atau hubungan antar variabel (Hidayat,2003).

  • Uji Validitas Angket

Validitas adalah suatu ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Suatu instrumen dikatakan valid jika rhitung > rtabel. Untuk menentukan koefisien korelasi validitas angket digunakan Korelasi Product Moment (Arikunto,2010:213) yaitu dengan rumus:

Dimana:

r11                   = koefisien korelasi

N               = Jumlah Sampel

X               = Jumlah Skor Item

Y               = jumlah keseluruhan Item

Dengan membandingkan harga yang diperoleh dengan untuk N (jumlah sampel) dan interval kepercayaan 95% atau taraf signifikan 5% dimana , maka hasil tersebut dikatakan valid tetapi jika maka hasil tersebut dinyatakan tidak valid.

 

 

  • Uji Reliabilitas Angket

Reliabilitas merupakan suatu pemahaman bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen sudah baik. Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha (Arikunto, 2010:239), yaitu,

Dimana :

: Reliabilitas yang dicari

: jumlah varians skor tiap-tiap item

: varians total

k          : jumlah butir angket

 

Untuk mencari varians butir digunakan rumus :

=

 

Di mana :

Xi           :           Skor butir angket ke-I

Xt           :               Skor total

N         :           Banyaknya sampel

 

Untuk mencari varians total digunkan rumus :

Di mana :

N         :           Banyaknya sampel

∑Yi       :           Banyaknya skor butir angket ke-I

∑Yt       :           Banyaknya skor total subjek

 

Untuk mengukur harga reliabilitas soal angket, maka harga tersebut dikonfirmasikan dengan tabel harga kritik r product moment. Dengan kriteria jika maka soal angket secara keseluruhan tergolong reliabel.

 


 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

  • Hasil Penelitian

Sebelum data dianalisis dilakukan, terlebih dahulu uji instrumen data untuk mengetahui validitas dan realibilitas instrumen. Penulis melakukan uji coba angket padasiswakelas XI IPA 1 dengan jumlah 38 responden. Pengujian validitas dan realibilitas angket penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Product Moment dan Cronbach Alpha dengan ketentuan jika rhitung> rtabel maka butir soal dianggap valid pada interval kepercayaan 95% (. Jika item kuisioner terbukti valid maka kuisioner dapat di gunakan untuk dianalisis selanjutnya, dan jika tidak valid secara otomatis item kuisioner tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.

Dari hasil uji validitas pada perkembangan moral remaja dalam keluarga remaja sebanyak 8 item kepada 38 responden, diperoleh 5 item yang valid sementara sisanya sebanyak 3item tidak valid karena tidak memenuhi ketentuan rhitung> rtabel. Dengan demikian untuk pelaksanaan pengambilan data penelitian 3 item yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam pengumpulan data. Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian validitas angket variabel faktor yang mempengaruhi emosi remaja.

Tabel 4.1

Uji Validitas Angket Pendidikan

No. Item rhitung rtabel Keterangan
1 0,196 0,329 Tidak Valid
2 0,340 0,329 Valid
4 0,172 0,329 Tidak Valid
6 0,342 0,329 Valid
13 0,331 0,329 Valid
20 0,416 0,329 Valid
26 0,646 0,329 Valid
31 0,090 0,329 Tidak Valid

Sumber: Hasil pengolahan SPSS

Dari tabel di tersebut diketahui bahwa hampir semua butir soal memperoleh nilai rhitung> rtabel atau secara garis besar pertanyaan untuk faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja dinyatakan valid.

Selanjutnya untuk perhitungan uji reliabilitas pendidikan orang tua, penulis menggunakan program SPSS Statistics 15 yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Uji Reliabilitas Angket Perkembangan moral dalam keluarga

Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
,614 8

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Pengolahan Data dengan SPSS Statistics 15

 

Hasil perhitungan uji reliabilitas angket pendidikan orang tua diperoleh nilai reliabilitas sebesar rhitung = 0,614. Kemudian dibandingkan dengan rtabel pada interval kepercayaan 95% atau alpha sebesar 5% dan N = 38 untuk Product Moment yaitu senilai 0,329 (Arikunto, 2010:402). Nilai reliabilitas 0,614 > 0,329 (rhitung > rtabel). Dengan demikian angket perkembangan moral remaja dalam keluarga reliabel.

Berdasarkan jawaban atas angket yang telah disebar, peneliti membuat daftar distribusi frekuensi atas jawaban variabel X1 dan X2, merupakan daftar yang diperoleh dari hasil jawaban atas angket pada skala nilai berikut:

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh batas interval yaitu sebesar 0,80 dan dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 4.3

Kategori Penilaian

Interval Kategori
4,04-4,79 Sangat Baik
3,28-4,03 Baik
2,52-3,27 Cukup Baik
1,76-2,51 Tidak Baik
1,00-1,75 Tidak Baik Sekali

Sumber : Purwanto (2003:27)

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Jawaban Perkembangan Moral Remaja dalam Keluarga

Berdasarkan No.Item Soal

No. Item soal Frekuensi Jawaban Total Rata

-rata

Keterangan
SL = 4 SR = 3 KD = 2 TP=1
F SC F SC F SC F SC F SC
1 15 60 7 21 16 32 0 0 38 113 2.973 Cukup baik
2 18 72 2 6 10 20 8 8 38 106 2.789 Cukup baik
4 11 44 9 27 12 24 6 6 38 101 2.657 Cukup baik
6 16 64 3 9 13 26 6 6 38 105 2.763 Cukup baik
13 13 52 8 24 11 22 6 6 38 104 2.736 Cukup baik
20 8 32 13 39 7 14 10 10 38 95 2.5 Tidak baik
26 8 32 18 54 8 16 4 4 38 106 2.789 Cukup baik
31 3 12 0 0 14 28 21 21 38 61 1.605 Tidak baik
TOTAL AKHIR 791 20.815  
RATA – RATA AKHIR 2.601 Cukup baik

Sumber : Data Penelitian (diolah)

Keterangan:

F= Frekuensi

SC= Frekuensi dikalikan dengan nilai jawaban

 

Berdasarkan angket “Perkembangan moral siswa dalam keluarga” di SMA NEGERI 7 MEDAN tahun ajaran 2014/2025 di interprestasikan berdasarkan indikator, maka dapat diketahui Kevalidan dan reliable angket sebagai berikut: :

  1. Orangtua pernah memberikan nasehat. Memperoleh nilai rata-rata 2,973 yang dikategorikan Cukup baik
  2. Siswa sering membantah/melawan ketika orangtua  memberikan nasehat. Memperoleh nilai rata-rata 2,789 yang dikategorikan cukup baik.
  3. Orangtua selalu memberikan contoh yang baik terhadap anak-anaknya. Memperoleh nilai rata-rata 2,657 yang dikategorikan cukup baik.
  4. Apabila dimarahi orangtua siswa diam saja. Memperoleh nilai rata-rata 2,763 yang dikategorikan cukup baik.
  5. Orangtua dirumah sering menanyakan waktu anak disekolah. Memperoleh nilai rata-rata 2,736 yang dikategorikan baik.
  6. Apabila ada masalah, siswa pergi dari rumah tanpa pamit. Memperoleh nilai rata-rata 2,5 yang dikategorikan Tidak baik.
  7. Orangtua menerapkan disiplin kepada siswa. Memperoleh nilai rata-rata 2,789 yang dikategorikan cukup baik.
  8. Orangtua terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan perilaku siswa. Memperoleh nilai rata-rata 1,605 yang dikategorikan Tidak baik.

 

  • Pembahasan

Berdasarkan hasil angket dapat diamati hubungan keluarga dalam perkembangan moral siswa melalui indicator yang terdapat pada instrument, sebagai berikut :

  1. Apakah Orangtua pernah memberikan nasehat ?

Distibusi frekuensi masing – masing jawaban siswa/i SMA Negeri 7 Medan dapat ditampilkan pada table 4.5a

Table 4.5.a Respon siswa terhadap item soal 1

Skor Frekuensi %
TP = 1 0 0
KD = 2 16 42,10
SR = 3 7 18,42
SL = 4 15 39,47
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 1 “Respon siswa terhadap item soal 1”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan nasehat oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 16 responden (42,10%), “selalu” diberikan nasehat sebanyak 15 responden (39,47%).

  1. Apakah kamu sering membantah/melawan ketika orangtua  memberikan nasehat?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.7b

 

 

Tabel 4.5b Distribusi jawaban responden tentang item soal 2

Skor Frekuensi %
TP = 1 8 21,05
KD = 2 10 26,31
SR = 3 2 5,26
SL = 4 18 47,36
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 2” Respon anak terhadap item soal no 2”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian siswa pernah membantah/melawan ketika orangtua memberi nasehat dengan skala ”selalu” sebanyak 18 responden (47,36%), “kadan-kadang” membantah sebanyak 10 responden (26,31%), Tapi ada juga sebagian siiswa yang tidak membantah sebanyak 8 responden (21,05%)

  1. Orangtua selalu memberikan contoh yang baik terhadap anak-anaknya

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.5c

Tabel 4.5b Distribusi jawaban responden tentang item soal 4

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 12 31,57
SR = 3 9 23,68
SL = 4 11 28,94
SUM 38 100

 

 

 

 

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 3” Respon anak terhadap item soal no 4”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan contoh yang baik oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 12 responden (31,57%), “selalu” diberikan nasehat sebanyak 11 responden (28,94%).

  1. Apabila dimarahi orangtua saya diam saja?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.5d

Tabel 4.5d Distribusi jawaban responden tentang item soal 6

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 13 34,21
SR = 3 3 7,89
SL = 4 16 42,1
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 4” Respon anak terhadap item soal no 6”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diam saja saat orangtuanya memarahinya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 13 responden (34,21%), “selalu” diam sebanyak 16 responden (42,1%).

  1. Apakah orangtuamu dirumah sering menanyakan waktu kamu dsekolah?.

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.5e

Tabel 4.5e Distribusi jawaban responden tentang item soal 13

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 11 28,94
SR = 3 8 21,05
SL = 4 13 34,21
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 5” Respon anak terhadap item soal no 13”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua menanyakan waktu anak disekolah dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 11 responden (28,94%), “selalu” ditanyakan sebanyak 13 responden (34,21%).

  1. Apabila ada masalah, saya pergi dari rumah tanpa pamit?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.5f

Tabel 4.5f Distribusi jawaban responden tentang item soal 20

Skor Frekuensi %
TP = 1 10 26,31
KD = 2 7 18,42
SR = 3 13 34,21
SL = 4 8 21,05
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 6” Respon anak terhadap item soal no 20”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah meninggalkan rumah tanpa pamit dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 7 responden (18,42%), “selalu” diberikan nasehat sebanyak 8 responden (21,05%), namun ditemukan “sering” anak meninggalkan rumah tanpa pamit sebanyak 13 responden (34,21%)

  1. Orangtua menerapkan disiplin waktu kepada siswa.

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 4.5g

Tabel 4.7g Distribusi jawaban responden tentang item soal 26

Skor Frekuensi %
TP = 1 4 10,52
KD = 2 8 21,05
SR = 3 18 47,36
SL = 4 8 21,05
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 7” Respon anak terhadap item soal no 26”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar mendisiplikan waktu anaknya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 8 responden (21,05%), “sering” didisiplinkan waktunya sebanyak 18 responden (47,36%).

  1. Orangtua terlalu sibuk bekerja sehingga kurang memperhatikan perilakumu.

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat ditampilkan pada table 45h

Tabel 4.5h Distribusi jawaban responden tentang item soal 31

Skor Frekuensi %
TP = 1 21 55,26
KD = 2 14 36,48
SR = 3 0 0
SL = 4 3 7,89
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 8” Respon anak terhadap item soal no 31”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua siswa terlalu sibuk dengan pekerjaan dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 14responden (36,48%), “selalu” sebanyak 3 responden (7,89%). Sedangkan skala tidak pernah sebanyak 21 responden (55,26%)

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat diperoleh beberapa hal mengenai pengaruh keluarga dalam perkembangan moral remaja SMA NEGERI 7 Medan adalah sebagai berikut:

  1. Komunikasi Orangtua dengan anak sangat berperan banyak, bahkan mengarahkan anak ke perkembangan moral yang signifikan baik hal ini dapat diamati dengan peranan orangtua memberikan nasehat.
  2. Respon anak yang cenderung menolak nasehat orangtua, berpengaruh terhadap perkembangan moralnya.
  3. Kedekatan antar anggota keluarga berpengaruh terhadap perkemabngan moralnya, sehingga jika ada masalah Anak tidak akan pergi tanpa pamit